PinLinkedIn
Proudly Local, Proudly Organic – Belajar dari Nasionalisme dan Inklusivitas Produk Organik ala Inggris

Produk Organik di Indonesia


Tak dapat dipungkiri bahwa kesadaran akan pentingnya produk organik yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian dan peternakan organik belumlah menjadi hal mainstream di Indonesia. Memang benar pada beberapa kesempatan, isu-isu seputar produk dan pertanian organik ini akan mengemuka dan menjadi berita, utamanya jika ada agenda yang disponsori oleh Kementerian Pertanian, produsen besar produk organik dari Eropa/USA atau diskusi dan konferensi pada ranah akademis yang juga didukung oleh berbagai LSM/NGO, organisasi, gerakan dan pegiat pertanian organik. Diluar konteks tersebut, kesenyapan kesadaran (the absence of awareness) akan pentingnya produk dan pangan organik nyaris mendominasi pola pikir masyarakat, dan itu dibuktikan oleh beberapa survey tentang hal ini. Bahkan, situs penyedia data untuk khalayak umum seperti katadata.co.id nyaris diam seribu bahasa jika ditanya tentang data pangan organik, produk organik dan pertanian organik.


Dalam sejarahnya, isu penting tentang pangan dan pertanian organik memang pada awalnya dipropagasikan dari Eropa sana. Berawal dari gerakan para petani di Eropa pada tahun 1960an yang merupakan kontra aksi terhadap kebijakan Green Revolution dimana para petani merasa khawatir terhadap efek penggunaan pestisida dan senyawa kimia yang berlebihan pada lahan pertanian, muncullah gerakan petani organik yang kemudian disebut generasi organik 1.0. Seiring dengan waktu, gerakan petani ini melahirkan kesepakatan bahkan menjadi organisasi besar. Dari sini kemudian lahir definisi atau pengertian organik dan regulasi-regulasi terkait organik. Kesadaran ini semakin berkembang dan berlanjut hingga dekade ketiga abad 21 ini dimana kampanye-kampanye green economy dan kepedulian lingkungan seperti suistanable rainforest, ethics dan environmentally friendly product semakin mengemuka. Tentunya agak susah membayangkan isu-isu sophisticated khas negara maju seperti ini menjadi trending topic pembicaraan di Indonesia, disaat rakyat masih terbata-bata memahami apa itu climate change, krisis energi dan lain sebagainya. Tentu butuh upaya luar biasa dari para akademisi dan pegiat dunia pertanian organik untuk membangun kesadaran masyarakat yang lebih luas.


Namun demikian, bukan berarti perkembangan produk organik di Indonesia dapat dipandang sebelah mata. Meski belum ada data komprehensif tentang persentase jumlah konsumsi produk organik dibanding produk konvensional non-organik, setidaknya menurut data Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indonesia sendiri memiliki pangsa pasar produk organik sebesar 0,4% dari total pangsa pasar dunia, dengan jumlah produsen produk organik sekitar 17.948 produsen dan luas lahan mencapai 280 ribu hektar di tahun 2020. Kebanyakan data terkait produk organik di Indonesia memang diukur dari jumlah luasan area pertanian dan jumlah unit usaha yang bergerak di bidang tersebut.


Berbeda cukup signifikan dengan data Kemendag, data IFOAM dalam The World of Organic Agriculture Statistics and Emerging Trends 2023 (yang merujuk pada basis data sertifikasi pihak ketiga) menunjukkan bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki 83.362 hektar lahan pertanian organik, dengan persentase luas hanya 0.01% dari keseluruhan lahan pertanian produktif. Tercatat 17.836 produsen produk organik pada statistik tersebut yang didalamnya termasuk 169 prosesor dan 367 eksportir. Mereka semua menyumbang kinerja ekspor sebesar total 17.627 metric ton ke Eropa dan Amerika Serikat dengan produk utama berupa Kopi dan Kakao. Patut dicatat juga bahwa lahan kopi organik ini memang paling mendominasi dengan luasan total 32.156 hektar, atau nyaris 39% dari total luas lahan pertanian organik di Indonesia, dengan persentase 2.57% terhadap lahan pertanian kopi non-organik. Posisi kedua dan ketiga masih ditempati produk berorientasi ekspor seperti Kakao dan kelompok sereal dengan luasan lahan masing-masing 325 dan 211 hektar. Sementara produk dengan target konsumsi lokal seperti Buah Tropis dan Sayuran Organik hanya tercatat ditanam pada lahan seluas masing-masing 19 dan 12 hektar saja, sangat-sangat kecil dibanding potensi pasar lokal yang dapat terbentuk jika proses pembangunan kesadaran berjalan efektif.

ZF Table1
ZF Table2

Dalam survei Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2019 terkesan ketimpangan yang cukup nyata antara pola konsumsi lokal produk organik dengan potensi sebenarnya yang terlihat pada data produksi dan lahan pertanian organik di atas. Diluar fakta bahwa mayoritas produksi produk organik Indonesia memang masih berorientasi ekspor, terpantau persepsi konsumen yang tidak terlalu menguntungkan bagi pelaku pertanian organik dengan target lokal. Harga yang mahal dan keterbatasan ketersediaan masih menjadi momok utama yang membayangi persepsi masyarakat terhadap produk organik, sementara faktor pendorong konsumsi seperti kesadaran kesehatan dan lingkungan belumlah cukup signifikan untuk memotivasi perubahan pola hidup menuju dominan organik. Regulasi dan kebijakan pemerintah yang sudah tersedia pun sepertinya tak cukup membantu peningkatan produksi dan konsumsi produk organik untuk domain lokal. Hal ini juga tergambar dalam survei dimana hanya 14% responden yang rela mengeluarkan lebih dari 1 juta rupiah untuk membeli produk organik per-bulannya. Survei SPOI (1) dengan 274 responden yang 81% nya tinggal di Pulau Jawa (32% di DKI Jakarta) ini tentunya bisa jadi patokan untuk menerka pola konsumsi produk organik lokal kedepannya.

ZF PO0

Produk Organik di Inggris

Setelah hampir dua bulan tinggal di Sheffield, UK, saya menemukan pola konsumsi produk organik yang nyaris berbeda dengan Indonesia. Tentunya saya tidak akan mengulas lagi tentang faktor kesadaran lingkungan, etika, green economy dan lain sebagainya yang telah disebut diatas. Hal-hal bersifat campaign yang dianggap sumber motivasi konsumsi produk organik seperti yang dipahami di Indonesia nyatanya tidak terlalu mendominasi disini, setidaknya hal-hal tersebut tidak dikampanyekan secara eksplisit sehingga jauh dari kesan asing dan ekslusif. Mengkonsumsi produk organik di negara ini lebih dianggap sebagai bagian dari lifestyle dan dalam konteks ini dia bisa saja bersanding dengan tema-tema lain seperti veganisme, halal, suistanable rainforest, healthy, eco-friendly dan lain sebagainya. Dalam artian, produk organik disini menampilkan citra yang sangat inklusif, tidak merasa lebih mulia daripada produk-produk non-organik, tidak pula lebih mahal karena mereka cukup percaya diri dengan keunikannya. Unik ini adalah kata kunci utama ditengah masyarakat yang sangat terobsesi mengaktualisasikan keunikan personalnya dalam keberagaman.

ZF PO1

Dan sebagaimana halnya prinsip pasar bebas, produk-produk organik di Inggris tak sungkan untuk bersolek dan tampil sama menawannya dengan produk-produk non organik. Dukungan pemerintah UK tentunya sangat berperan bagi perkembangan produk organik di Inggris, tercermin dari sangat beragamnya produk organik yang bisa ditemui di supermarket dan minimarket utama seperti ALDI, Tesco, dan Sainsbury. Hampir semua jenis sayur, buah, daging, susu dan berbagai produk turunan dari hasil hutan serta perkebunan organik bisa ditemukan di jaringan toko-toko mereka. Tentunya setiap produk organik tersebut sudah melewati standar mutu yang ditetapkan para pebisnis besar tersebut.


Tak cukup dengan tampil memikat di etalase supermarket, produk organik di Inggris juga tak segan untuk mengangkat isu seksi di masyarakat negeri ini, utamanya nasionalisme ekonomi khas Inggris yang mengemuka pasca Brexit dan tentunya isu green-economy dan keberpihakan pada kelestarian hutan hujan tropis yang ikut populer seiring kampanye kesadaran tentang climate change yang melanda Eropa. Produk-produk seperti coklat, soya milk dan kopi selain memajang label organik, merasa tak lengkap jika tak mencantumkan embel-embel suistainable rainforest. Dan yang paling gress tentu saja pencantuman label British Made lengkap dengan simbol bendera Union Jack yang tampil mencolok di kemasan produk, bersanding dengan label organic dan informasi bahwa produk tersebut diproduksi oleh petani dan peternak lokal Inggris, bukan diimpor dari Uni Eropa atau belahan dunia lainnya. Setelah Brexit, terjadi peningkatan 130 persen terhadap jumlah produk yang bangga mencantumkan label Made in Britain, sehingga saat ini lebih dari 1000 perusahaan yang berkomitmen mencantumkan logo bendera Inggris di produk mereka. Tak terhitung berapa ribu jenis produk mereka yang merupakan kelompok produk organik.

ZF PO2

Tentunya banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman Inggris dalam menasionalisasi dan menginklusifkan produk-produk organiknya, ini disamping kampanye keberpihakan kepada petani dan peternak lokal serta aspek kualitas dan kemampuan bersaing dengan produk non-organik. Alasan klasik memilih produk organik yang bebas pestisida dan bebas genetically modified organisms (GMO) tentu tetap perlu dikampanyekan, namun salah satu produk organik Inggris yang menampilkan slogan dalam bahasa ringan seperti ”it’s just good for you, and it’s delicious” mungkin perlu dipertimbangkan, karena bisa saja hal itu yang lebih mudah diingat konsumen. Baru setelah itu tumbuh kesadaran bahwa: Organik itu Baik!



Footnote

(1) Survei konsumen SPOI belum memasukkan target responden yang mengkonsumsi produk-produk organik import yang lebih pada kelompok produk olahan dan industry pangan, seperti gula, minyak nabati esensial untuk produk kosmetik dan health care yang menjadi trending kekinian di konsumen middle and high class di Indonesia saat ini.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

PinLinkedIn