PinLinkedIn
Umbi-umbian dan Diversifikasi Pangan Lokal

Persoalan pangan, bagi orang Indonesia tidak akan bisa lepas dengan produkberas. Mengkonsumsi beras menjadi kecenderungan penduduk Indonesia. Bahkan ada istilah ‘belum makan rasanya jika belum makan nasi’. Jawa dan Sumatra menjadi pusat konsumsi beras di Indonesia, tetapi saat ini kita bisa menemui beras diseluruh wilayah Indonesia. Sagu, jagung, singkong, ubi yang dahulu terkenal juga sebagai makanan pokok bagi sebagian penduduk di Indonesia, sekarang sudah tergantikan dengan beras atau nasi. Beras sudah menjadi barang primer yang selalu dicari orang. Saat ini konsumsi beras di Indonesia 316 gram per kapita per hari, padahal seharusnya cukup 275 gram per kapita. Terlalu banyak Indonesia mengonsumsi beras karena kebutuhan beras di Indonesia per bulan mencapai 2,7-2,8 juta ton. Sementara konsumsi umbi-umbian prosentasenya kecil dan menurun.

 

Lahan pertanian di Indonesia memang dianggap subur, sehingga padi mudah ditanam dan menghasilkan beras yang jumlahnya berlimpah. Tetapi sekian banyak penduduk Indonesia yang banyak mengkonsumsi nasi, menyebabkan kebutuhan beras selalu tidak tercukupi sehingga Indonesia masih harus mengimpor beras dari negara lain. Hal inilah yang kemudian mengasumsikan bahwa Indonesia harus mengimpor beras dari banyak negara agar pasokan beras aman dan mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Aman secara kuantitas barangkali menjadi alasan kuat dan logis, namun aman secara berkualitas dari aspek kesehatan masih perlu mendapat kajian, mengingat bahwasannya produksi beras dunia saat ini masih sangat tergantung dengan pasokan pupuk dan pestisida kimia sistetis yang dalam jangka panjang berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

 

Sementara di sisi lain potensi umbi-umbian lokal yang ada di pedesaan sangat tinggi dan belum dioptimalkan sebagai bahan pangan. Bahan pangan diasumsikan bukan sekedar sebagai bahan utama pengganti beras, tetapi juga sebagai sumber pangan olahan. Seperti diketahui bahwa rata-rata konsumsi umbi-umbian hanya 40 gram per kapita per tahunnya. Potensi umbi-umbian sebagai subtitusi pangan dan bahan olahan penting menjadi perhatian banyak pihak mengingat secara nasional bahan pangan ini mampu mensejajarkan diri dengan beras. Secara ekologi, umbi-umbian sangat adaptif dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, namun demikian umbi-umbian juga adaptif dengan pemberian pupuk terutama organik untuk meningkatkan hasil. Persoalannya adalah potensi dari tanaman umbi-umbian masih sering terabaikan dan sumber pangan dari umbi dianggap tidak bergizi bahkan kadang-kadang dianggap kurang berkelas. Hal ini juga berpengaruh pada kurang berkembangnya inovasi dan teknologi dalam budidaya dan pengolahan pangan yang bersumber pada tanaman umbi.

Beberapa pihak mengatakan baik jika makanan pokok khas masing-masing daerah ‘diuri-uri’ kembali dan tidak lagi mempertahankan kebiasaan beras menjadi satu-satunya makanan pokok orang Indonesia. Bila demikian dapatkah keanekaragaman makanan  lokal di Indonesia seperti sagu, ubi, singkong, jagung, dan yang lain menjadi makanan pokok penduduk Indonesia (lagi)? Gerakan mengembangkan keanekaragaman pangan lokal tampaknya perlu dikembangkan lagi agar kebutuhan pangan masyarakat kita dapat tercukupi dan tidak perlu tergantung dari negara lain.


Penulis : Muladiyanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

PinLinkedIn