Produk Organik di Indonesia
Tak dapat
dipungkiri bahwa kesadaran akan pentingnya produk organik yang dihasilkan oleh
kegiatan pertanian dan peternakan organik belumlah menjadi hal mainstream di
Indonesia. Memang benar pada beberapa kesempatan, isu-isu seputar produk dan
pertanian organik ini akan mengemuka dan menjadi berita, utamanya jika ada
agenda yang disponsori oleh Kementerian Pertanian, produsen besar produk
organik dari Eropa/USA atau diskusi dan konferensi pada ranah akademis yang
juga didukung oleh berbagai LSM/NGO, organisasi, gerakan dan pegiat pertanian
organik. Diluar konteks tersebut, kesenyapan kesadaran (the absence of
awareness) akan pentingnya produk dan pangan organik nyaris mendominasi
pola pikir masyarakat, dan itu dibuktikan oleh beberapa survey tentang hal ini.
Bahkan, situs penyedia data untuk khalayak umum seperti katadata.co.id nyaris
diam seribu bahasa jika ditanya tentang data pangan organik, produk organik dan
pertanian organik.
Dalam sejarahnya,
isu penting tentang pangan dan pertanian organik memang pada awalnya
dipropagasikan dari Eropa sana. Berawal dari gerakan para petani di Eropa pada tahun 1960an yang merupakan kontra
aksi terhadap kebijakan Green Revolution dimana para
petani merasa khawatir terhadap efek penggunaan pestisida dan senyawa kimia yang
berlebihan pada lahan pertanian, muncullah gerakan petani organik yang kemudian
disebut generasi organik 1.0. Seiring dengan waktu, gerakan petani ini
melahirkan kesepakatan bahkan menjadi organisasi besar. Dari sini kemudian
lahir definisi atau pengertian organik dan regulasi-regulasi terkait organik.
Kesadaran ini semakin berkembang dan berlanjut hingga dekade ketiga abad 21 ini
dimana kampanye-kampanye green economy dan kepedulian lingkungan
seperti suistanable rainforest, ethics dan environmentally friendly product
semakin mengemuka. Tentunya agak susah membayangkan isu-isu sophisticated
khas negara maju seperti ini menjadi trending topic pembicaraan di Indonesia, disaat
rakyat masih terbata-bata memahami apa itu climate change, krisis energi
dan lain sebagainya. Tentu butuh upaya luar biasa dari para akademisi dan
pegiat dunia pertanian organik untuk membangun kesadaran masyarakat yang lebih
luas.
Namun demikian,
bukan berarti perkembangan produk organik di Indonesia dapat dipandang sebelah
mata. Meski belum ada data komprehensif tentang persentase jumlah konsumsi
produk organik dibanding produk konvensional non-organik, setidaknya menurut
data Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indonesia sendiri memiliki pangsa
pasar produk organik sebesar 0,4% dari total pangsa pasar dunia, dengan jumlah
produsen produk organik sekitar 17.948 produsen dan luas lahan mencapai 280
ribu hektar di tahun 2020. Kebanyakan data terkait produk organik di Indonesia
memang diukur dari jumlah luasan area pertanian dan jumlah unit usaha yang
bergerak di bidang tersebut.
Berbeda cukup signifikan dengan data Kemendag, data IFOAM dalam The World of Organic Agriculture Statistics and Emerging Trends 2023 (yang merujuk pada basis data sertifikasi pihak ketiga) menunjukkan bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki 83.362 hektar lahan pertanian organik, dengan persentase luas hanya 0.01% dari keseluruhan lahan pertanian produktif. Tercatat 17.836 produsen produk organik pada statistik tersebut yang didalamnya termasuk 169 prosesor dan 367 eksportir. Mereka semua menyumbang kinerja ekspor sebesar total 17.627 metric ton ke Eropa dan Amerika Serikat dengan produk utama berupa Kopi dan Kakao. Patut dicatat juga bahwa lahan kopi organik ini memang paling mendominasi dengan luasan total 32.156 hektar, atau nyaris 39% dari total luas lahan pertanian organik di Indonesia, dengan persentase 2.57% terhadap lahan pertanian kopi non-organik. Posisi kedua dan ketiga masih ditempati produk berorientasi ekspor seperti Kakao dan kelompok sereal dengan luasan lahan masing-masing 325 dan 211 hektar. Sementara produk dengan target konsumsi lokal seperti Buah Tropis dan Sayuran Organik hanya tercatat ditanam pada lahan seluas masing-masing 19 dan 12 hektar saja, sangat-sangat kecil dibanding potensi pasar lokal yang dapat terbentuk jika proses pembangunan kesadaran berjalan efektif.
Dalam survei
Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2019 terkesan ketimpangan yang
cukup nyata antara pola konsumsi lokal produk organik dengan potensi sebenarnya
yang terlihat pada data produksi dan lahan pertanian organik di atas. Diluar
fakta bahwa mayoritas produksi produk organik Indonesia memang masih
berorientasi ekspor, terpantau persepsi konsumen yang tidak terlalu
menguntungkan bagi pelaku pertanian organik dengan target lokal. Harga yang
mahal dan keterbatasan ketersediaan masih menjadi momok utama yang membayangi
persepsi masyarakat terhadap produk organik, sementara faktor pendorong
konsumsi seperti kesadaran kesehatan dan lingkungan belumlah cukup signifikan
untuk memotivasi perubahan pola hidup menuju dominan organik. Regulasi dan
kebijakan pemerintah yang sudah tersedia pun sepertinya tak cukup membantu peningkatan
produksi dan konsumsi produk organik untuk domain lokal. Hal ini juga tergambar
dalam survei dimana hanya 14% responden yang rela mengeluarkan lebih dari 1
juta rupiah untuk membeli produk organik per-bulannya. Survei SPOI (1) dengan
274 responden yang 81% nya tinggal di Pulau Jawa (32% di DKI Jakarta) ini
tentunya bisa jadi patokan untuk menerka pola konsumsi produk organik lokal
kedepannya.
Produk Organik di Inggris
Setelah hampir
dua bulan tinggal di Sheffield, UK, saya menemukan pola konsumsi produk organik
yang nyaris berbeda dengan Indonesia. Tentunya saya tidak akan mengulas lagi
tentang faktor kesadaran lingkungan, etika, green economy dan
lain sebagainya yang telah disebut diatas. Hal-hal bersifat campaign yang
dianggap sumber motivasi konsumsi produk organik seperti yang dipahami di
Indonesia nyatanya tidak terlalu mendominasi disini, setidaknya hal-hal
tersebut tidak dikampanyekan secara eksplisit sehingga jauh dari kesan asing dan
ekslusif. Mengkonsumsi produk organik di negara ini lebih dianggap sebagai bagian
dari lifestyle dan dalam konteks ini dia bisa saja bersanding dengan tema-tema
lain seperti veganisme, halal, suistanable rainforest, healthy, eco-friendly
dan lain sebagainya. Dalam artian, produk organik disini menampilkan citra yang
sangat inklusif, tidak merasa lebih mulia daripada produk-produk non-organik, tidak pula lebih mahal karena
mereka cukup percaya diri dengan keunikannya. Unik ini adalah kata
kunci utama ditengah masyarakat yang sangat terobsesi mengaktualisasikan
keunikan personalnya dalam keberagaman.
Dan sebagaimana
halnya prinsip pasar bebas, produk-produk organik di Inggris tak sungkan untuk
bersolek dan tampil sama menawannya dengan produk-produk non organik. Dukungan
pemerintah UK tentunya sangat berperan bagi perkembangan produk organik di
Inggris, tercermin dari sangat beragamnya produk organik yang bisa ditemui di
supermarket dan minimarket utama seperti ALDI, Tesco, dan Sainsbury. Hampir
semua jenis sayur, buah, daging, susu dan berbagai produk turunan dari hasil
hutan serta perkebunan organik bisa ditemukan di jaringan toko-toko mereka.
Tentunya setiap produk organik tersebut sudah melewati standar mutu yang
ditetapkan para pebisnis besar tersebut.
Tak cukup dengan tampil memikat di etalase supermarket,
produk organik di Inggris juga tak segan untuk mengangkat isu seksi di
masyarakat negeri ini, utamanya nasionalisme
ekonomi khas Inggris yang mengemuka pasca Brexit dan tentunya isu green-economy
dan keberpihakan pada kelestarian hutan hujan tropis yang ikut populer seiring
kampanye kesadaran tentang climate change yang melanda Eropa. Produk-produk
seperti coklat, soya milk dan kopi selain memajang label organik, merasa tak
lengkap jika tak mencantumkan embel-embel suistainable rainforest. Dan
yang paling gress tentu saja pencantuman label British Made lengkap dengan
simbol bendera Union Jack yang tampil mencolok di kemasan produk, bersanding
dengan label organic dan informasi bahwa produk tersebut diproduksi oleh petani
dan peternak lokal Inggris, bukan diimpor dari Uni Eropa atau belahan dunia
lainnya. Setelah Brexit, terjadi peningkatan 130 persen terhadap jumlah produk
yang bangga mencantumkan label Made in Britain, sehingga saat ini lebih dari
1000 perusahaan yang berkomitmen mencantumkan logo bendera Inggris di produk
mereka. Tak terhitung berapa ribu jenis produk mereka yang merupakan kelompok
produk organik.
Tentunya banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman Inggris dalam menasionalisasi dan menginklusifkan produk-produk organiknya, ini disamping kampanye keberpihakan kepada petani dan peternak lokal serta aspek kualitas dan kemampuan bersaing dengan produk non-organik. Alasan klasik memilih produk organik yang bebas pestisida dan bebas genetically modified organisms (GMO) tentu tetap perlu dikampanyekan, namun salah satu produk organik Inggris yang menampilkan slogan dalam bahasa ringan seperti ”it’s just good for you, and it’s delicious” mungkin perlu dipertimbangkan, karena bisa saja hal itu yang lebih mudah diingat konsumen. Baru setelah itu tumbuh kesadaran bahwa: Organik itu Baik!
Footnote
(1) Survei konsumen
SPOI belum memasukkan target responden yang mengkonsumsi produk-produk organik
import yang lebih pada kelompok produk olahan dan industry pangan, seperti
gula, minyak nabati esensial untuk produk kosmetik dan health care yang menjadi
trending kekinian di konsumen middle and high class di Indonesia saat ini.
Referensi
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/berita/1435-kementan-ajak-masyarakat-konsumsi-produk-organik#
https://aoi.ngo/tren-konsumsi-dan-gaya-hidup-organik-di-indonesia/
https://www.tesco.com/groceries/en-GB/search?query=Organic
https://www.sainsburys.co.uk/shop/gb/groceries/dietary-and-lifestyle/all-organic
https://www.unexpectedlydomestic.com/aldi-organic/
https://www.ukmindonesia.id/baca-deskripsi-posts/mengapa-produk-lokal-belum-jadi-pilihan-konsumen
https://www.rainforest-alliance.org/find-certified/
https://www.wwf.org.uk/updates/10-products-and-ingredients-come-tropical-forests
https://www.madeinbritain.org/products
https://www.ft.com/content/50297428-ee9f-4ef0-ba50-fa09b18f3be4
https://databoks.katadata.co.id/search/cse?search=produk+organik
SPOI 2019
IFOAM & Research Institute of Organic
Agriculture FiBL - The World of Organic Agriculture Statistics and Emerging
Trends 2023